close

The 83rd IPB Talk Undang Peneliti dari University of South Wales UK, Bahas Restorasi Hutan International

Collaboration Office (ICO) IPB University adakan kembali IPB Talk on Complexity and Sustainability Sciences secara daring, (16/9). Webinar ke-83 kali ini memantik tema “Forest Restoration” dengan mengundang narasumber dari The University of South Wales, UK (Inggris) yakni Dr David Lee terkait restorasi hutan tropis.
Ia menceritakan bahwa restorasi ekosistem memiliki definisi menciptakan kembali, memulai atau mengakselerasi ‘penyembuhan’ ekosistem yang telah rusak. Tentu variabel kesuksesan prosesnya bermacam-macam.

“Terdapat tiga co-benefit dari restorasi ekosistem, yakni biodiversitas, jasa lingkungan dan sumberdaya alam, dan masyarakat yang bergantung pada penggunaan lanskap ini,” terangnya.  Menurutnya, restorasi ekosistem sangat penting dilakukan di Indonesia, mengingat dalam 20 tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan jutaan hektar hutan. Kualitas ekosistemnya juga dianggap telah menurun.
Ia menjelaskan bahwa sebanyak 19,2 giga ton emisi karbon dihasilkan akibat degradasi hutan ini. Sebesar 11 persen hutan primer telah hilang akibat peralihan lahan. Terutama di Pulau Sumatera, angka kehilangannya mencapai 40 persen.

Baca Juga :  Dukung Ketahanan Pangan Nasional, ITS Optimalkan Pengembangan Sorgum Unggul

“Alasan lain adalah Indonesia merupakan hotspot untuk ragam biodiversitas, yang memiliki beragam spesies endemik dan bergantung pada habitat alaminya. Sehingga kelangsungan area hutan sangat penting bagi Indonesia,” ungkapnya.
Dalam upaya restorasi ekosistem ini, imbuhnya, banyak pertanyaan yang harus dijabarkan agar dapat menerapkan langkah restorasi yang tepat. Pemahaman akan ekosistem sangat dibutuhkan, misalnya terkait tipe habitat, besar populasi, hingga spesies apa saja yang berada di area target restorasi.

Dengan mengetahui informasi tersebut, katanya, kita dapat melihat perubahan yang terjadi akibat degradasi hutan. Baik spesies flora dan fauna dominan yang terdapat di dalamnya mungkin saja berubah seiring waktu. Sehingga dapat mengukur potensi regenerasi hutan secara alami dalam tahapan restorasi. “Informasi yang didapat akan menjadi dasar penentu tipe restorasi seperti apa yang dapat diterapkan pada area tersebut,” lanjutnya. (MW/Zul)

Baca Juga :  Tingkatkan Kapasitas dan Kapabilitas Penyelenggaraan Program Studi PPG, Ditjen Diktiristek Luncurkan Pendanaan Revitalisasi LPTK