close

Kuatkan Peran Satgas PPKS, Dharma Wanita Persatuan Ditjen Diktiristek Gagas Program Sahabat Kampus

Jakarta – Dharma Wanita Persatuan (DWP) Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek turut berperan aktif dalam implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Untuk memperkuat peran DWP dalam implementasi Permendikburistek PPKS, DWP Ditjen Diktiristek menggagas program DWP Sahabat Kampus. Program ini berupa kegiatan relawan untuk mendampingi korban kekerasan seksual di kampus.

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam mengapresiasi gerakan DWP Sahabat Kampus. Menurutnya, mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual tidak hanya mendapatkan beban secara fisik tetapi juga psikologis. Untuk itu, mahasiswa sangat membutuhkan sosok ibu dengan segala empati yang tinggi serta pemahaman penuh akan kebutuhan seorang anak.

“Saya berharap para relawan dari ibu DWP perguruan tinggi bisa menjadi sahabat, orang tua, ataupun mitra bagi anak2 di perguruan tinggi khususnya terutama mewujudkan perguruan tinggi yang sehat, aman, nyaman dalam tumbuh kembang generasi emas,” jelas Nizam pada acara pembekalan awal Training of Trainers (ToT) Penguatan Peran DWP dalam Menyukseskan Permendikbudristek PPKS, Rabu (15/3).

Ketua DWP Ditjen Diktiristek Kemendikbudristek Sarawati Nizam menjelaskan terbentuknya DWP Sahabat Kampus ini sebagai program untuk mengembangkan kemampuan diri dan kreativitas dalam memerdekakan mahasiswa dari ancaman segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual.

Baca Juga :  Dorong Mahasiswa Jadi Agen Perubahan Pendidikan di Indonesia, Kemendikbudristek Buka Program Kampus Mengajar Angkatan 7

“Gerakan DWP Sahabat Kampus sebagai wadah pembinaan kami untuk mengaktualisasi peran anggota DWP dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Maka gerakan DWP Sahabat Kampus diharapkan menguatkan peran perempuan dalam membangun sumber daya manusia, pelajar Pancasila, yang unggul dan berprestasi melalui terciptanya kampus yang aman dan merdeka dari kekerasan seksual,” terang Saraswati.

Ketua DWP Kemendikbudristek Tety Herawati mengungkapkan bahwa kesadaran akan kekerasan dan diskriminasi merupakan hak segala bangsa, oleh karenanya penting untuk menguatkan lingkungan kampus yang bermartabat nyaman, bermartabat, kolaboratif, dan bebas kekerasan antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus di perguruan tinggi.

“DWP turut mendukung mulai dari Kegiatan Pembekalan ToT bagi relawan dari ibu-ibu DWP perguruan tinggi hingga puncak kegiatan berupa Webinar Nasional dan Penyerahan Hadiah Lomba Literasi Digital pada awal Desember 2023. Rangkaian acara tersebut sebagai bentuk nyata komitmen DWP untuk upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual dan masalah ketidakadilan gender lainnya di lingkungan perguruan tinggi,” tutur Tety.

Pada kesempatan yang sama, Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Catharina Girsang mengungkap bahwa ke depannya akan terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang PPKS, menyosialisasikan PPKS bagi warga kampus secara berkala, membuat program pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan dan berkolaborasi dengan pihak-pihak yang fokus ke isi kekerasan seksual.

Baca Juga :  Program MBKM Kemendikbudristek Membentuk Lulusan Siap Industri melalui Magang Bersertifikat

“Untuk saat ini ada 49 laporan kekerasan seksual di perguruan tinggi pada 2022, 4 di antaranya dikenai sanksi pidana dan 2 dalam proses. Namun saya juga ingin mengapresiasi bahwa hampir 100% PTN sudah memiliki satgas PKS dan 402 PTS sudah memiliki Satgas PPKS. Saat ini sedang didorong pembentukan Satgas di PTS agar ke depannya satgas PKS hadir di setiap perguruan tinggi ,” tutur Catharina.

Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita dan Gender Indonesia Prof. Emy Susanti mengungkap bahwa dalam membangun ekosistem pendidikan tanpa kekerasan, dilakukan riset berbasis data kepada 36 perguruan tinggi di Indonesia. Praktik kekerasan seksual di perguruan tinggi nyata terjadi dan ada 21 bentuk kekerasan seksual yang terdapat di seluruh perguruan tinggi. Namun, faktanya pengetahuan mahasiswa terkait PPKS masih terbatas, dan sebagian besar korban belum berani untuk melapor ke lembaga kampus.

Emy merekomendasikan agar perguruan tinggi mengembangkan fasilitas berbasis IT untuk mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi dengan membuat sistem pelacakan yang memudahkan korban untuk melapor. Selain itu, kampus juga perlu mewujudkan literasi digital yang terprogram pada sivitas akademika kampus untuk PPKS.

Humas Ditjen Diktiristek
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi