close

Hebat, Dosen ITS Terpilih sebagai Finalis European Inventor Award 2022

Ilmuwan sekaligus dosen Teknik Mesin ITS, Fahmi Mubarok ST MSc PhD, saat melakukan uji coba penelitian yang mengantarkannya sebagai finalis European Inventor Awards 2022
Ilmuwan sekaligus dosen Teknik Mesin ITS, Fahmi Mubarok ST MSc PhD, saat melakukan uji coba penelitian yang mengantarkannya sebagai finalis European Inventor Awards 2022

Kampus ITS, ITS News – Dosen sekaligus ilmuwan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Fahmi Mubarok ST MSc PhD secara resmi dinominasikan dalam Innovation Prize European Patent Office (EPO) di European Inventor Award 2022. Bersama seorang ahli kimia dan insinyur asal Spanyol, Prof Nuria Espallargas, Fahmi berhasil menjadi finalis di ajang bergengsi tersebut berkat temuan keduanya yang berjudul Pelapis Keramik Semprot Termal untuk Memperpanjang Umur Produk.

European Inventor Award sendiri merupakan salah satu penghargaan inovasi paling bergengsi di Eropa yang menganugerahkan penghargaan untuk empat kategori, yakni industri, riset, Usaha Kecil dan Menengah (UKM), serta negara Non-EPO. European Inventors Award ini dianggap penghargaan paling bergengsi kedua setelah Nobel Award di kalangan peneliti di Eropa. Finalis dan pemenang penghargaan ini nantinya dipilih oleh juri independen yang terdiri dari mantan finalis award.

Fahmi dan Espallargas bersama-sama dinobatkan sebagai salah satu dari empat finalis dalam kategori SMEs atau UKM. Kategori tersebut ditujukan bagi para penemu luar biasa di perusahaan kecil dengan jumlah karyawan kurang dari 250 dan omzet tahunan kurang dari 50 juta euro. Pemenang penghargaan ini selanjutnya akan diumumkan dalam upacara virtual pada 21 Juni mendatang.

Di samping itu, menurut Fahmi, dirinya dan Espallargas juga turut masuk ke dalam kategori ilmuwan favorit atau Popular Prize. Di kategori ini, para ilmuwan akan bersaing berdasarkan jumlah voting terbanyak yang dilakukan secara online. “Voting ini dapat pembaca akses melalui website popular-prize.epo.org,” tuturnya.

(dari kiri) Prof Nuria Espallargas dan Fahmi Mubarok ST MSc PhD yang berhasil menjadi finalis European Inventor Awards 2022
(dari kiri) Prof Nuria Espallargas dan Fahmi Mubarok ST MSc PhD yang berhasil menjadi finalis European Inventor Awards 2022

Fahmi yang kini aktif menjadi associate professor di Departemen Teknik Mesin ITS tersebut menjelaskan bahwa temuan yang mereka inovasikan dirancang khusus untuk memperpanjang masa pakai komponen dan melindunginya dari keausan dan paparan bahan kimia. “Inovasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan pertama kali oleh industri mobil, rem truk atau kereta api, serta manufaktur kaca,” ujarnya.

Proyek selanjutnya akan direncanakan bersama dengan Badan Antariksa Eropa dan terfokus pada pengujian ketahanan lapisan dalam menahan abrasi dari pasir di bulan dan planet Mars. “Melalui inovasi ini, Fahmi dan Espallargas telah memecahkan masalah yang diyakini banyak orang tidak mungkin bisa dilakukan,” kata Presiden EPO António Campinos yang dikutip saat mengumumkan finalis European Inventor Award 2022.

Ide di balik penemuan ini sebenarnya berakar pada studi doktoral Fahmi Mubarok yang dibimbing oleh Espallargas. Espallargas yang saat ini menjadi profesor di Norwegian University of Science and Technology (NTNU) tertarik pada beberapa jenis pelapis keramik, terutama golongan karbida dan nitride yang memiliki bobot ringan dan ketahanan temperatur yang tinggi.

Baca Juga :  UI Gelar Seminar Tantangan dan Kebijakan Vaksin Merah Putih untuk Percepatan Penanganan Pandemi Covid-19

Dijelaskan Fahmi, silikon karbida merupakan material unggul dengan kekerasan mendekati intan dan tahan terhadap temperatur tinggi. Namun material ini tidak memiliki temperatur leleh sehingga langsung tersublimasi menjadi gas dari fasa padatnya. Akibatnya, teknik thermal spraying sulit diaplikasikan untuk membentuk silikon karbida coating.

Fahmi menambahkan bahwa pelapis keramik ini sangat diminati oleh industri, namun teknik yang tersedia mengharuskan proses dilakukan pada kondisi vakum. Hal tersebut akhirnya menjadi pemicu agar jenis pelapis keramik dapat diproses pada kondisi atmosfer dengan teknik semprot termal, di mana bahan dipanaskan hingga suhu lebih dari 2.500 derajat Celcius dalam waktu singkat dan diarahkan pada benda kerja yang akan dilapisi pistol semprot termal.

Penyemprotan termal ini dinilai jauh lebih murah dibanding menggunakan kondisi vakum, serta mampu menjangkau objek yang lebih luas untuk dilapisi. Sebelumnya, praktik tersebut dianggap mustahil karena keramik ini lebih cenderung menguap ketika dipanaskan dengan suhu tinggi. Keterbatasan dalam penelitian sebelumnya inilah yang kemudian memotivasi Espallargas untuk menemukan solusi.

Espallargas akhirnya menggandeng Fahmi pada 2010 yang tengah menyelesaikan pendidikan doktoralnya untuk merampungkan penelitian ini. “Saya berperan dalam meneliti bagaimana silikon karbida – keramik yang merupakan material sintetis paling keras dapat disemprotkan secara termal,” terangnya.

Inovasi yang digagas Fahmi Mubarok ST MSc PhD, yytrium aluminium garnet yang berfungsi melindungi silikon karbida
Inovasi yang digagas Fahmi Mubarok ST MSc PhD, yytrium aluminium garnet yang berfungsi melindungi silikon karbida

Setelah berulang kali percobaan dan sempat mengalami kegagalan, momentum eureka mereka terjadi usai diskusi bersama sejumlah kolega. Fahmi akhirnya menyadari bahwa partikel silikon karbida haruslah dilindungi dengan sesuatu dari paparan suhu yang tinggi. “Selain itu, saya juga berpikir bahwa benda tersebut harus dapat mengikat silikon karbida pada saat yang sama,” jelas Fahmi.

Baca Juga :  Robot Baru, Bayucaraka ITS Siap Pertahankan Juara di Laga Internasional

Konsep ini, sambung Fahmi, sebenarnya sudah ada di pasaran. Namun, belum ada yang menggunakannya untuk keramik tanpa titik leleh. Untuk itu, Fahmi dan Espallargas memutuskan untuk menggunakan yttrium aluminium garnet, sejenis oksida yang tahan terhadap suhu ekstrem untuk melapisi partikel silikon karbida. “Pada 2012, kami berhasil menciptakan bubuk silikon karbida yang dapat disemprotkan secara termal dan menghasilkan lapisan keramik tahan lama,” ungkap Fahmi.

Setelah mengajukan hak paten pada tahun 2012 dengan bantuan biro transfer teknologi di universitas mereka, Fahmi dan Espallargas mendirikan Seram Coatings pada 2014 untuk mengkomersialkan material kompositnya yang selanjutnya disebut dengan ThermaSiC. Paten itu baru diberikan pada 2018 dan dinilai penting bagi keduanya untuk mendapatkan investasi.

Sejak 2017, kata Fahmi, perusahaan telah memproduksi ThermaSic dalam jumlah terbatas dan mengujinya di lapangan dengan klien yang potensial. Saat ini, produk tersebut siap untuk diindustrialisasi dan diperkirakan dapat masuk pasar produk terbesar seperti Amerika Serikat, diikuti oleh Jepang dan Uni Eropa.

Hingga saat ini, Seram Coatings telah menginvestasikan hampir 1 juta euro untuk membangun fasilitas semprotan termal mereka sendiri yang memudahkan dalam membuat dan menguji pelapis untuk klien di lokasi, tanpa perlu menggunakan fasilitas yang disewa dari pihak ketiga. “Tim riset dan pengembangan kami akan terus melakukan penelitian untuk menciptakan versi baru dari ThermaSiC dan produk baru dengan tujuan memasuki pasar baru,” ujarnya penuh antusias.

Dalam delapan sampai sepuluh tahun ke depan, Seram Coatings melihat potensi untuk menjual 225.000 kilogram ThermaSiC per tahun. Hal ini berarti mencakup sekitar 2,9 persen pasar global untuk keramik bahan baku yang digunakan dalam lapisan semprot termal. “Saya berharap ThermaSiC dan pengembangan produk baru dari keramik ini dapat benar memberi manfaat luas bagi semua kalangan, sehingga mempercepat proses perkembangan teknologi maju di masa depan,“ tutur Fahmi mengakhiri. (HUMAS ITS)