close

PEMBUKAAN PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI AKADEMIK DALAM KEBIJAKAN KAMPUS MERDEKA

Siaran Pers
Nomor : 63/Sipers/V/2020

Jakarta- Sejalan dengan reformasi kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui kebijakan “Merdeka Belajar dalam bidang pendidikan tinggi adalah “Kampus Merdeka”. Salah satu kebijakan dalam kampus merdeka yang dilakukan adalah “pembukaan program studi melalui kerja sama”. Melalui kampus merdeka ini, perguruan tinggi Indonesia dituntut untuk peka dan cepat tanggap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, mampu memberikan terobosan dan inovasi, serta mampu menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang andal dan siap untuk bersaing dalam dunia kerja baik secara global dan nasional.

“Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tentunya pembukaan dan pengembangan program studi pada perguruan tinggi Indonesia harus sesuai dengan kebutuhan tersebut,” ujar Ridwan, Direktur Kelembagaan Ditjen Pendidikan Tinggi dalam acara Temu Media yang diselenggarakan secara virtual, Senin (18/5).

Ridwan menjelaskan, guna memperlancar pelaksanaan kebijakan “kampus Merdeka” terkhusus pada pembukaan program studi, telah dikeluarkan Permendikbud nomor 7 tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta. Dalam permendikbud tersebut, diatur pula ketentuan terkait pembukaan program studi oleh perguruan tinggi Indonesia. Secara umum, pembukaan program studi akademik dapat dikategorikan dalam lima bentuk usul pembukaan program studi, yaitu:

a. Pembukaan program studi akademik bersamaan dengan pendirian perguruan tinggi;
b. Pembukaan program studi akademik sebagai penambahan jumlah program studi pada perguruan tinggi yang telah berdiri;
c. Pembukaan program studi akademik sebagai penambahan program studi akademik bersamaan dengan penambahan nama (nomenklatur) program studi akademik;
d. Pembukaan program studi akademik bersamaan dengan proses perubahan perguruan tinggi swasta yang berupa penggabungan, penyatuan, dan perubahan bentuk;
e. Pembukaan Program Studi akademik (selain program studi bidang kesehatan dan kependidikan) oleh perguruan tinggi dengan peringkat akreditasi Baik Sekali, akreditasi Unggul, akreditasi B, dan akreditasi A melalui kerjasama.

“Untuk bentuk usul pembukaan program studi seperti tersebut pada huruf a sampai dengan huruf d, merupakan bentuk usul yang selama ini diajukan oleh perguruan tinggi. Sedangkan bentuk usul pembukaan program studi yang tersebut pada huruf e merupakan salah satu terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka program “Kampus Merdeka”,” jelas Ridwan.

Baca Juga :  Gelar Demoday, ITS Pertemukan Startup Inovatif dengan Investor

Merujuk pada Surat Edaran Menristekdikti tanggal 21 September 2016 Nomor: 2/M/SE/lX/ 2016 Tentang Pendirian Perguruan Tinggi Baru Dan Pembukaan Program Studi, menyatakan bahwa terhitung sejak 1 Januari 2017 diterapkan kebijakan pemberian izin pendirian perguruan tinggi swasta baru dan pembukaan program studi sebagai berikut:
Pendirian perguruan tinggi baru yang menyelenggarakan pendidikan akademik (Universitas/ lnstitut /Sekolah Tinggi) akan dilakukan moratorium sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian;
Pendirian perguruan tinggi baru hanya diberikan untuk perguruan tinggi vokasi dan Institut Teknologi;
Pembukaan program studi pendidikan sarjana akan diberikan untuk program studi di bidang science, technology, engineering, dan mathematic (STEM);
Pendirian perguruan tinggi dan pembukaan program studi sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3 dapat dikecualikan bagi:
daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T); dan
daerah tertentu dengan kondisi dan kebutuhan khusus.

Ridwan menekankan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tentunya akan terus berupaya mendorong pengelolaan perguruan tinggi yang semakin baik, efektif, dan efisien. “Oleh karenanya, dalam mendorong usul perubahan perguruan tinggi swasta dalam bentuk penyatuan dan penggabungan, pengusul dapat mengajukan usul untuk pembukaan program studi baik di bidang STEM maupun di bidang non-STEM sebagai penambahan program studi yang sudah ada,” jelas Ridwan.
Merujuk pada Permendikbud nomor 7 tahun 2020, pembukaan program studi baru yang telah memenuhi persyaratan minimum akreditasi akan mendapatkan akreditasi dengan peringkat Baik pada saat memperoleh izin penyelenggaraan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah penerbitan Surat Keputusan Menteri tentang izin penyelenggaraan tersebut, BAN-PT atau LAM berwenang melakukan monitoring dan evaluasi atas peringkat akreditasi program studi yang telah diberikan. Atas dasar hasil monitoring dan evaluasi tersebut, Menteri berwenang melakukan evaluasi pelaksanaan Surat Keputusan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait pembukaan program studi melalui kerjasama, pada pasal 36 ayat (2) Permendikbud No. 7 Tahun 2020, disebutkan bahwa selain memenuhi syarat minimum akreditasi, juga telah:
melakukan perjanjian kerja sama dengan organisasi atau lembaga yang terkait untuk mendukung capaian pembelajaran; dan
menyatakan kesanggupan untuk melakukan penelusuran lulusan Program Studi pada dunia kerja atas penyelenggaraan Program Studi yang baru dibuka.

Adapun organisasi atau lembaga yang tersebut pada huruf a di atas, dapat berupa: perusahaan multinasional, perusahaan teknologi global, perusahaan startup teknologi, organisasi nirlaba kelas dunia, institusi/organisasi multilateral, perguruan tinggi yang termasuk dalam peringkat 100 (seratus) perguruan tinggi terbaik dunia; atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. Pemimpin PTS membuat perjanjian kerja sama dengan organisasi atau lembaga mitra, yang terkait dengan:
pengembangan Kurikulum;
kesediaan organisasi atau Lembaga menerima mahasiswa untuk magang atau praktik kerja industri; dan
kesediaan organisasi atau Lembaga menerima lulusan dari Program Studi Akademik tersebut.

Baca Juga :  ITS Raih Lima Penghargaan Sekaligus di Anugerah Diktiristek 2023

Ridwan menegaskan kebijakan pembukaan program studi melalui kerjasama ini memberikan kemerdekaan bagi perguruan tinggi dalam mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan organisasi atau lembaga mitra sehingga diharapkan lulusan program studi tersebut dapat berkontribusi dalam organisasi atau lembaga mitra tersebut. “Untuk pola kerja sama juga dimungkinkan untuk membuka program studi baik di bidang STEM maupun di bidang non-STEM sesuai dengan pengembangan kurikulum yang disepakati oleh organisasi atau lembaga mitra,” tutur Ridwan. Oleh karena itu, apabila perguruan tinggi telah memiliki kesepakatan kerjasama seperti tersebut di atas, dapat mengajukan usul pembukaan program studi dengan nama program studi yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan tersebut langsung ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Guna memperkuat pelaksanaan kurikulum yang disepakati serta memantau penyelenggaraan program studi tersebut, komposisi usul calon dosen tetap dalam program studi tersebut dapat melibatkan pegawai organisasi atau lembaga mitra sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian keterlibatan organisasi atau lembaga mitra dalam penyelenggaraan program studi tersebut semakin nyata dan kompetensi lulusan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh organisasi atau lembaga mitra tersebut.
Ridwan mengatakan saat ini perguruan tinggi masih dalam proses mempelajari kebijakan baru ini. Ia berharap dalam beberapa waktu ke depan, akan banyak perguruan tinggi yang mengajukan pembukaan program studi dengan skema Kampus Merdeka sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat dan sejalan dengan Revolusi Industri 4.0.

Temu Media yang dilaksanakan secara virtual ini turut dihadiri Sekretaris Ditjen Dikti Paristiyanti Nurwardani, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Aris Junaidi dan Direktur Sumber Daya M. Sofwan Effendi.

Humas Ditjen Pendidikan Tinggi dan Direktorat Kelembagaan
Kemendikbud