close

ITS Kembangkan Alat Deteksi Dini Covid-19 Melalui Batuk

Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng (kiri) didampingi jajaran pimpinan ITS mendengarkan penjelasan sistem kerja alat oleh Dr Dhany Arifianto ST MEng (kanan)
Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng (kiri) didampingi jajaran pimpinan ITS mendengarkan penjelasan sistem kerja alat oleh Dr Dhany Arifianto ST MEng (kanan)

Kampus ITS, ITS News – Melakukan deteksi dini terhadap pasien yang terinfeksi Covid-19 akan mampu memutus rantai penyebaran virus dengan cepat. Sadar akan hal ini, tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginovasikan alat diagnosis kesehatan elBicare Cough Analyzer yang dapat melakukan pemetaan penyakit menular Covid-19 melalui batuk berdasarkan suara paru-paru.

Tim yang diketuai oleh Dr Dhany Arifianto ST MEng ini berhasil merancang alat kesehatan yang mampu mendeteksi penderita Covid-19 tanpa harus melakukan kontak langsung. Menurutnya, elBicare Cough Analyzer yang diimplementasikan di rumah sakit mampu memberikan perlindungan awal bagi tenaga kesehatan yang rentan tertular Covid-19 dari pasien. “Inovasi ini tak hanya dikembangkan untuk menangani pandemi saat ini, namun juga ditujukan untuk penyakit pernapasan yang menular lainnya,” ujar dosen Departemen Teknik Fisika ITS ini.

Lubang dengan tanda microphone sebagai input audio ke sensor
Lubang dengan tanda microphone sebagai input audio ke sensor

Dhany menjelaskan bahwa elBicare Cough Analyzer dilengkapi dengan mikrofon bersensor tipis dan kecil yang berguna untuk menangkap suara di sekitar alat. Suara yang masuk selanjutnya akan dianalisis, apakah termasuk suara batuk atau bukan oleh algoritma pada prosesor alat yang telah dirangkai tim peneliti. “Daya jangkau tangkapan suara oleh alat ini mencapai 10 meter,” tambah Kepala Pusat Penelitian Internet of Things dan Teknologi Pertahanan ITS ini.

Baca Juga :  Antisipasi Corona, Wisuda ke-121 ITS Digelar Tanpa Jabat Tangan

Lebih lanjut, Dhanny menuturkan bahwa suara batuk akan diklasifikasikan lagi ke dalam dua kategori, yaitu batuk yang terindikasi Covid-19 dan non Covid-19. Batuk yang dikategorikan sebagai batuk non Covid-19 pun akan dideteksi lagi penyebabnya, misalnya batuk normal, batuk gejala tuberkulosis (TBC), bronkitis, dan gejala lainnya. “Pengelompokan ini didasarkan pada penyesuaian frekuensi, amplitudo, dan komponen harmonik suara paru-paru,” papar lelaki yang melanjutkan studi magister dan doktoralnya di Tokyo Institute of Technology, Jepang ini.

elBicare Cough Analyzer saat merekam hasil input audio
elBicare Cough Analyzer saat merekam hasil input audio

Hasil analisis elBicare Cough Analyzer terhadap penyebab batuk akan tersimpan dan terintegrasi otomatis yang kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth. Dhany bersama delapan anggota tim lainnya ini pun memastikan bahwa ke depannya tim akan mengembangkan distribusi data menggunakan bantuan wi-fi. “elBicare Cough Analyzer mampu bertahan selama 20 jam penggunaan yang terus-menerus,” ungkap lelaki kelahiran Pangkalan Brandan, Sumatera Utara ini.

elBicare Cough Analyzer pada bagian kanan yang terdiri dari 4 USB Port dan 1 LAN Port
elBicare Cough Analyzer pada bagian kanan yang terdiri dari 4 USB Port dan 1 LAN Port

Data pengolompokan batuk non Covid-19 sendiri didapatkan melalui penelitian mandiri tim. Anggota tim terdiri dari tiga mahasiswa ITS jenjang sarjana (S-1), dua mahasiswa ITS jenjang magister (S-2), dan tiga orang dokter (salah satunya spesialis paru) dari Universitas Airlangga (Unair).

Baca Juga :  UNDIP Kukuhkan 21 Guru Besar Secara Marathon, Rektor: Ini Buah Program OPOC (One Professor One Candidate)

Sementara untuk data penelitian batuk gejala Covid-19 didapatkan melalui penelitian yang bekerja sama dengan University of Cambridge, Inggris. “Penelitian alat ini memakan waktu hampir dua tahun lamanya yang pengujiannya dilakukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA),” terang alumnus ITS angkatan 1992 ini.

Database pengguna elBicare Cough Analyzer, rancangan tim dari ITS
Database pengguna elBicare Cough Analyzer, rancangan tim dari ITS

Dalam penelitian ini pun, Dhany dan timnya sempat melalui beberapa kendala, salah satunya ialah sulitnya mencari mahasiswa maupun tenaga ahli di ITS yang tertarik dalam pengerjaan hardware alat. Dhany mengungkapkan bahwa saat ini bidang software memang lebih banyak diminati dibandingkan bidang hardware. “Kendala lain ialah sulit mendapat pasien Covid-19 untuk melakukan uji coba alat,” ucap Kepala Laboratorium Vibrasi dan Akustik, Departemen Teknik Fisika ITS ini.

Dhany berharap bahwa dengan hadirnya elBicare Cough Analyzer ini mampu membawa kebermanfaatan bagi masyarakat Indonesia, serta dapat memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan akurat dengan harga yang lebih ekonomis. “Kami juga berharap bahwa ke depannya mahasiswa dapat lebih terlibat aktif dalam penelitian yang kolaboratif seperti ini,” tutupnya. (HUMAS ITS)

Hasil suara batuk yang terekam di website terintegrasi dengan elBicare Cough Analyzer
Hasil suara batuk yang terekam di website terintegrasi dengan elBicare Cough Analyzer