close

Abmas ITS Berhasil Kembangkan Mesin Penanam Padi Otomatis

Mesin penanam padi otomatis yang sedang dikembangkan oleh Tim Abmas ITS
Mesin penanam padi otomatis yang sedang dikembangkan oleh Tim Abmas ITS

Kampus ITS, ITS News — Nasi yang berasal dari beras menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia, sehingga produksinya harus terus ditingkatkan guna mencapai ketahanan pangan. Berangkat dari hal tersebut, tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil mengombinasikan sistem penanaman padi jajar legowo dengan pengembangan mesin penanam padi (transplanter) otomatis.

Salah satu anggota tim Abmas ITS Liza Rusdiyana ST MT menjelaskan, penanaman padi di Indonesia masih mengandalkan tenaga manusia yang memiliki banyak kekurangan. Mulai dari upah tenaga kerja yang tinggi, hingga hasil penanaman yang kurang optimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya otomasi dalam proses penanaman padi.

Transplanter dapat menanam padi dengan sistem jajar legowo 2:1. Sistem penanaman ini berfokus pada peningkatan hasil produksi padi dengan memberikan efek tanaman pinggir. “Kalau menanam padi itu, yang pinggir pasti akan banyak padinya. Karena sirkulasi udara dan intensitas cahaya mataharinya bagus,” tutur dosen Departemen Teknik Mesin Industri ini.

Berdasarkan uji coba dengan sistem jajar legowo 2:1 yang telah diterapkan oleh Komunitas Petani Nahdlatul Ulama (NU) cabang Jatirejo, Mojokerto ini, Liza menyebutkan jika terdapat peningkatan panen padi sebesar 40 persen. Dalam penanaman padi seluas seperempat hektar, jumlah panen padinya mampu bertambah sebanyak tiga hingga empat kuintal.

Baca Juga :  Kolaborasi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Yogyakarta Royal Orchestra Hadirkan Violinist International di Masterclass dan Chamber Music Workshop

Liza menyebutkan bahwa hal ini juga disebabkan karena berkurangnya hama tikus dan pemberian pupuk, pembuangan gulma, serta perawatan yang mudah. “Dengan menggunakan jajar legowo 2:1, tanaman lebih teratur, sehingga tikus jadi jarang dan perawatannya mudah sekali,” ungkapnya.

Menurut Liza, transplanter yang beredar di pasaran memiliki dimensi yang besar sehingga sangat sulit digunakan di sawah yang berada di daerah lereng. Sistem penanamannya pun masih menggunakan jajar legowo 4:1. Sedangkan transplanter yang sudah diusung sejak tahun 2020 ini memiliki dimensi yang lebih kecil, sehingga bisa digunakan di sawah yang berliku-liku. Selain itu, dimensi yang kecil juga membuat mesin ini tidak mudah ambles di tanah sawah yang becek.

Tim Abmas ITS berdiskusi dengan petani NU Sutorejo (dua dari kiri) mengenai program Abmas

Saat ini, transplanter ini sedang dalam tahap pengembangan untuk dapat dioperasikan secara otomatis menggunakan pengendali jarak jauh untuk mengurangi jumlah tenaga kerja. Dengan didukung microcontroller, transplanter yang secara penuh dikembangkan oleh ITS ini rencananya bisa menanam padi dengan sendirinya.

Baca Juga :  Ditjen Dikti Apresiasi Antusiasme Mahasiswa yang Tinggi terhadap Kampus Mengajar

Dengan memanfaatkan sistem jajar legowo 2:1 dan transplanter otomatis ini, efisiensi dan efektivitas kerja dari para petani akan meningkat. “Dengan begini, memotivasi para petani lainnya untuk berpikir secara progresif dan bisa memanfaatkan berbagai teknologi yang ada,” imbuh Liza.

Namun, Liza mengaku masih banyak hambatan dalam pengembangan transplanter ini. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, permasalahan utama adalah bagaimana membuat microcontroller-nya bisa berjalan secara otomatis.

Sensitivitas sensor yang masih kurang menyebabkan mesin tidak bisa berjalan lurus secara sempurna. “Faktor sensor yang terendam tanah juga jadi penyebabnya, akibatnya transplanter suka belok-belok sendiri,” akunya.

Abmas yang sudah dimulai sejak Juni lalu ini masih akan dilanjutkan hingga beberapa bulan ke depan. Karena sudah memasuki musim penghujan, Liza mengharapkan uji coba bisa dilakukan dengan maksimal. “Sebab microcontroller harus banyak dilakukan uji coba untuk bisa bekerja dengan baik saat dioperasikan,” pungkasnya. (HUMAS ITS)