Kuliah Tamu FKH IPB University Hadirkan Ahli Anatomi dari Korea Selatan

Prof Junpei Kimura, DVM, PhD, Dipl. ACCM dari Seoul National University (SNU) Korea Selatan menyampaikan struktur anatomi dari anjing dalam kaitannya sebagai pemangsa dan karakteristik lain pada Kuliah Tamu dengan tema “Topographic Anatomy of the Dog”. Kuliah tamu ini berlangsung secara virtual pekan lalu dan merupakan salah satu dari beberapa kuliah tamu di lingkungan Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB University.  

Prof Kimura, selain mengajar di SNU tentang anatomi topografi anjing, ia juga aktif dalam asosiasi profesi di bidang satwa liar dan medik konservasi, sehingga pembahasan juga banyak terkait aspek komparatif, filogenetik dan tingkah-laku satwa.

Kuliah tamu merupakan salah satu program internasionalisasi IPB University, yaitu dengan mengundang dosen-dosen tamu dari universitas di luar negeri. Terutama universitas yang termasuk dalam ranking terbaik dunia. Dalam masa pandemi yang mengharuskan pengajaran dilakukan secara daring, maka program ini sangat relevan, di samping memberikan wawasan internasional bagi para mahasiswa.

Prof Kimura memulai kuliah tamunya dengan menjelaskan sejarah proses domestikasi hewan karnivora dan herbivora. Perbedaan komparatif anatomi dari hewan karnivora dan herbivora selanjutnya diberikan dalam rangka pemahaman terhadap peran hewan-hewan tersebut sebagai predator (pemangsa, dalam hal ini karnivora) dan yang dimangsa (dalam hal ini herbivora). Setelah itu, dijelaskan lebih detil tentang perbedaan di antara dua kelompok karnivora, yaitu kelompok Canidae (kelompok anjing-anjingan, seperti anjing, hyaena, serigala) dan Felidae (kelompok kucing-kucingan, seperti kucing, singa, harimau).
Perbedaan utama antara karnivora dan herbivora di antaranya terletak pada perbedaan otot pengunyah. Otot pengunyah atau otot masseter sangat berkembang pada herbivora dengan fungsi untuk mengunyah makanannya. Sementara pada karnivora, otot temporalis lebih berkembang untuk proses menggigit mangsanya.

Baca Juga :  Kerja Sama dengan ITN Malang, Rektor Undana: Perlu Pengabdian Terintegrasi Selesaikan Persoalan Masyarakat

“Perbedaan zona penglihatan menunjukkan pandangan karnivora lebih tajam dan dapat mengidentifikasi benda secara tiga dimensi dengan jangkauan yang lebih tajam di area depan sehingga lebih fokus pada saat berburu. Sebaliknya pada herbivora area penglihatan lebih melebar ke arah samping (lateral) yang berguna untuk mengawasi ancaman dari pemangsa,” jelasnya.

Berdasarkan tumpuan kaki, karnivora termasuk digitigradi, yaitu jari-jari kaki menempel pada tanah dengan tumit terangkat menjauhi tanah dan ujung jari berbentuk cakar. Kaki herbivora masuk ke dalam tipe unguligradi, yaitu menapak dengan kuku untuk keperluan berlari. Lambung pada herbivora berkembang menjadi empat lambung ganda yang berfungsi mencerna dan memfermentasi pakan hijauan, sementara lambung karnivora tetap dengan lambung tunggal seperti pada hewan umumnya.

“Pada karnivora, anak yang lahir belum berkembang sempurna dan masih lemah, atau dikenal dengan tipe precrocial, sehingga membutuhkan perlindungan di sarang. Sebaliknya, pada herbivora anak termasuk tipe altricial, yaitu anak sudah bisa langsung bergerak (berjalan/berlari) pada saat lahir dan tidak membutuhkan perlindungan di sarang. Hal ini membantu anak herbivora tetap berada dalam kelompoknya dan mampu menghindar dari pemangsa,” imbuhnya.

Selain perbedaan dengan hewan herbivora, Prof Kimura juga menjelaskan perbedaan di dalam kelompok karnivora. Perbedaan pertama ialah dalam hal teknik membunuh.  Karnivora jenis Felidae membunuh dengan sekali gigitan, dengan gigitan yang dalam, sementara itu jenis Canidae membunuh dengan beberapa gigitan dangkal. Untuk menunjang hal ini, Felidae memiliki bentuk rahang yang lebih pendek dengan gigi taring lebih di depan membantu hewan ini mematikan mangsa dalam sekali gigitan. Felidae memburu mangsanya secara sendiri-sendiri (soliter), sebaliknya Canidae berburu secara berkelompok. Cakar dari Felidae juga memiliki kekhususan karena dapat ditarik ke dalam dan keluar (bersifat retractable) yang dapat digunakan saat memanjat pohon atau mencengkram mangsa.
Kemampuan lari baik Canidae maupun Felidae dapat dijelaskan dengan perbedaan pada kelenturan susunan tulang punggungnya. Lengkungan tulang punggung (curvatura of vertebral column) memungkinkan hewan-hewan ini dapat berlari secara halus, menyerap hentakan, dan menjaga keseimbangan berat tubuh saat berlari dan bergerak dengan cepat. Perputaran sendi kaki depan berfungsi 100 persen pada Felidae, menyusut 50 persen pada Canidae dan bahkan menghilang pada hewan besar lainnya. Hal ini menjelaskan fleksibilitas dari gerakan kaki depan pada hewan Felidae.

Baca Juga :  Bantuan Medis Covid-19 dari BNPB Tiba di Unsyiah

“Felidae memiliki otot-otot leher yang lebih pendek yang membantu hewan ini dalam hal kedalaman dan kekuatan gigitan. Sementara itu pada Canidae terdapat kekhususan pada ligamentum nuchae di lehernya, yang membantu hewan ini mempertahankan posisi leher untuk jangka waktu yang lebih lama dan mengurangi bobot otot di leher yang dapat menghemat energi dan mengurangi berat tubuh. Leher yang lebih panjang pada Canidae membantu gaya berburu hewan ini yang lebih mengandalkan penciuman (hidung), sehingga hidungnya bisa mendekati permukaan tanah saat proses mengendus mangsa. Sementara itu, Felidae lebih mengandalkan pada penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga) pada saat berburu mangsa,” tutupnya.

Paparan dari Prof Kimura telah meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap anatomi komparatif dari hewan karnivora terutama kaitannya sebagai pemangsa dan hewan herbivora kaitannya sebagai yang dimangsa. (km/ysa/nhd/Zul)

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
3457 Views